Jumat, 14 September 2012

Bunuh diri secara nyaman,aman,rapi ala farhan revanda:)




sering saya katakan,bunuh diri adalah cara terburuk,tapi jika anda memaksa,bolehlah aku ajarkan caranya agar bunuh diri aman,nyaman,tenang,dan rapi.

sediakan 1 ekor ular welang,gigitkan pada jari kaki/tangan,tunggu reaksi.
Dalam 10 menit, kantuk tiba.
Dalam 20-30 menit tidur atau lumpuh.
Dalam 1 jam,over.
Mengapa saya pilih welang?
Bukan ular tanah atau kobra?
Hehe
dalam racun welang mengandung neurotoxin(menyerang syaraf) bukan hematoxin(menyerang jaringan darah) yang mana,akibat hematoxin(cobra,viper dst.) rasa sakit yg amat sangat akan mendera,sesak napas,dan
di bekas luka akan bengkak,biru,busuk,bahkan mukamu akan biru pula(tentu tak mau bukan,wajah ganteng/cantikmu biru dalam detik2 terakhir?hehe)
dan relatif agak lama,keburu ketahuan warga deh.
Beda dg racun welang(neurotoxin) yg bahkan gigitannya gak begitu sakit,bahkan lbh sakit dikhianati cinta :).
Sekedar tambahan juga,bisa/racun welang 15x lbh kuat,dari racun kobra.
Bahkan digadang2kan sbg ular paling berbisa di darat(tentu di indonesia)

jadi,gak pake lama,gak usah repot2 beli baygon ke warung,atau berangkat ke rel kereta(emang
menuju rel gak pake duit?hehe)
cukup beli dari pengepul atau cari di sawah.
Tanpa mulut berbusa,tanpa darah tercecer dan tanpa rasa sakit yg amat.rapi.

pesan terakhir,tetap dg izin tuhan pula rencana ini berhasil,selamat mencoba :)

10 Ular Paling Berbisa di Dunia

Ular,hmmm… Sebagian orang bergidik hanya dengan mendengar binatang melata ini disebut. Saya lagi surf cari nama2 ular paling berbisa di dunia lalu setelah dapat hanya ada namanya saja.
Saya pikir ini sudah bagus tetapi akan lebih bagus lagi jika kita tahu bentuk dan warna binatang-binatang berbisa ini. Maka saya googling gambar2nya.  Selamat Menikmati!!
  1. Fierce Snake atau Inland Taipan (Oxyuranus microlepidotus ). Hidup di Australia, ini adalah ular yang paling mematikan didunia. Bisanya yang 11 omg bisa untuk membunuh 100 orang atau 250.000 tikus. Bisa ular paling mematikan didunia ini setara dengan 750 kali ular kobra!
    inltai11
  2. Australian Brown Snake (Pseudonaja textilis ). Hidup di Australia, Papu Nugini dan Indonesia. satu per empatbelas ribu bisanya sanggup untuk membunuh manusia. Ular berbisa ini sanggup bergerak cepat dan sangat agresif.
    pseudonaja
  3. Malayan or Blue Krait (Bungarus candidus ), ular berbisa ini ditemukan di Asia. Bisa nya sama mematikan atau setara dengan 15 kali bisa kobra.
    bungarus_candidus1
  4. Taipan (Oxyuranus scutellatus ), ular ini di temukan di Australia.
  5. img162
  6. Tiger Snake (Notechis scutatus ), ular ini di temukan Australia.
  7. 1133267707
  8. Beaked Sea Snake (Enhydrina schistosa )
  9. s22
  10. Saw Scaled Viper (Echis carinatus ), ular ini ditemukan di Timur tengah.
  11. saw-scaled-viper-echis-carinatus
  12. Coral Snake (Micrurus fulvius ), ular ini ditemukan di Amerika Utara.
  13. coral1_75
  14. Boomslang (Dispholidus typus ), ular ini di temukan di Africa.
  15. img139
  16. Death Adder (Acanthopis antarcticus ), ular berbisa ini dijumpai di Australia and Papua nugini.
  17. 113049047_86bf91ce97

ANTIBISA - Snake Anti Venom SERUM RACUN

Ular adalah salah satu binatang reptilia yang tersebar luas di seluruh benua baik spesies yang berbisa ( berbahaya ) maupun spesies yang tidak berbisa ( tidak berbahaya ). Ular yang berbisa menghasilkan bisa untuk melemahkan musuh atau mangsanya serta sebagai alat untuk mempertahankan diri. Racun / bisa ular akan di injeksikan pada tubuh mangsanya melalui gigitan bila merasa terancam , ketakutan atau merasa terusik atau jika ular ingin melumpuhkan mangsanya.
Bisa ular merupakan hasil sekresi kelenjar mulut khusus yang menyerupai kelenjar saliva pada hewan vertebrata, hal ini bisa dikatakan bisa ular merupakan modifikasi dari saliva ini. Setiap spesies ular menghasilkan komponen dan kandungan bahan toksik atau non toksi k yang berbeda beda. Tetapi jika ular tersebut memiliki kekerabatan maka komponen penyusun bisanya akan mirip. Umumnya setiap jenis ular berbisa mengandung hemoragin, kardiotoksin, dan neurotoksin dengan kadar yang berbeda beda.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa. Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus).
Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).
Susunan kimia dari bisa ular sangat kompleks sekitar 90 % tersusun atas protein yang sebagian besar adalah enzim serta mengandung polipeptida, Enzim utama bisa ular antara lain proteolitik , hialurinidase, asam amino oksidase, kolinesterase, fosfolipase A, ribonuklease, deoksiribonuklease, fosfomonoeterase, fosfodiesterase, nukleotidase, ATPase dan DPNase.
Protein penyusun bisa ular jika di suntikkan dan masuk ke aliran darah akan mempengaruhi sistem kardiovaskuler, sirkulasi, respirasi, syaraf. Untuk mengatasi gigitan ular berbisa maka digunakan antibisa ular yang di suntikkan langsung ke pembuluh vena. Antibisa ular adalah serum atau antibodi yang diproduksi untuk menetralisir efek sari infeksi bisa ular tersebut. Serum ini diperoleh dengan cara menginjeksikan bisa ular yang telah dilemahkan ke dalam tubuh kuda.
Ada 2 jenis Racun ular, yaitu
  1. Neurotoksin : Dapat melumpuhkan sistim saraf pusat, melumpuhkan jantung dan sarah pernafasan. Racun jenis ini dimiliki oleh ular Kobra, ular Mamba, ular Laut, Krait, Ular Karang.
  2. Hemotoksin: Dapat menyerang sistim sirkulasi darah dan sistim otot dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan, gangrene, kelumpuhan permanen kemapuan bergerak otot. Racun jenis ini dihasilkan oleh keluarga ular Viperidae misalnya Rattle Snake, Coppe head, dan Cotton mouth.
Sampai saat ini dikenal sekitar 20 jenis enzim yang beracun. Umumnya ular berbisa memiliki 6 sampai 12 jenis enzim dalam bisanya. Masing masing berfungsi khusus, misalnya untuk mencerna mangsa, sedangkan enzim yang lain untuk melumpuhkan mangsa.
Beberapa Jenis enzim yang dimiliki ular berbisa:
  • Cholinesterase : Neurotoksin dan dapat melumpuhkan mangsa
  • Amino Acid Oxidase : Berfungsi mencerna mangsa dan memicu peran enzim lainnya.
  • Hyaluronidase : Berfungsi untuk mempermudah penyerapan enzim lain kejaringan korban.
  • Proteinase: Berfungsi untuk mencerna, mengahancurkan jaringan tubuh korban.
  • Adenosin Triphospatase : Diduga neurotoksin yang bekerja sentral dan menyebabkan korban mengalami syok dan melumpuhkan mangsa.
  • Phospodiesterase : Bekerja dengan cara mengganggu fungsi jantung dan menurunkan tekanan darah dengan cepat.

Khasiat Serum Ular
RACUN, apalagi racun ular, memang memiliki sifat mematikan. Racun alias bisa ular itu sangat ganas. Sebab, racun ular itu bisa dengan cepat melumpuhkan saraf si korban (eurotoxin). Atau ada juga racun ular yang bersifat melumpuhkan sistem sirkulasi darah (hematoxin). Namun, sifat membunuh sang racun itu itu ternyata bisa bermanfaat buat manusia. Sebab, serum racun alias bisa ular ternyata juga dapat membunuh berbagai bibit penyakit. Menurut Snake Hunter Club Indonesia (SHCI), organisasi pecinta ular yang juga mengembangkan penggunaan serum ular di Indonesia, ada sejumlah penyakit yang bisa disembuhkan serum ular. Seperti disebut di tulisan pertama, serum ular terdiri dari tiga kelas. Masing-masing kelas memiliki khasiat dan cara kerjanya sendiri-sendiri.
Serum bisa ular paling ringan, yakni kelas III, dapat menyembuhkan berbagai penyakit yang diakibatkan virus, seperti malaria, demam berdarah, dan rabies. Maklum saja, “Serum kelas tiga ini akan membunuh berbagai macam virus yang masuk ke dalam tubuh, sehingga pasien bisa sehat kembali, ” dan membikin kita kebal terhadap terhadap penyakit malaria, tetanus, rabies, dan kalau kecelakaan, luka cepat kering, jelas Transtoto Handadhari, Ketua Dewan Pembina Snake Hunter Club Indonesia. Serum kelas III yang terbuat dari bisa ular air, talimongso, gadung, koros, piton, sanca manuk, sanca kembang, sawah, dedak, blandotan kerawang, puspa kajang, dan samberlilen. Selain itu, kata Transtoto, serum bisa ular paling ringan ini juga akan membantu mempercepat mengeringnya luka - luka akibat kecelakaan kendaraan.
Serum kelas II bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang berkaitan dengan darah. Sebab, serum bisa ular kelas menengah ini akan membersihkan darah dari berbagai zat yang merugikan. Serum kelas II, yakni yang terbuat dari racun ular belang seperti gibuk, welang, weling, dan gadung luwuk Beberapa jenis penyakit yang bisa disembuhkan oleh serum kelas II ini antara lain kencing manis (diabetes mellitus ), tifus, lever, asma, dan alergi.
Serum tingkat I, yang berasal dari bisa ular paling berbahaya, diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit berat macam kanker darah, flu burung, kanker tulang, hingga HIV. dan kebal terhadap gigitan King Cobra .Serum kelas I yang paling tinggi adalah serum kelas I yang terbuat dari bisa ular yang benar-benar? berbahaya seperti, bisa ular Kobra dan Dedak Bromo. Ada pasien yang virus HIV-nya hilang setelah minum serum tingkat I ini,” kata Transtoto.
Di Inggris dan Australia ada penelitian yang mengatakan serum ular dapat mencegah serangan jantung dan stroke. Sayangnya, penelitian itu masih menemui jalan buntu meskipun sudah 25 tahun berjalan. Adapun masalah yang mereka hadapi adalah kesulitan menentukan dosis yang tepat agar serum dapat berfungsi baik dan bukannya malah meracuni tubuh si pasien. Itulah salah satu alasan mengapa sampai kini manfaat dan penggunaan serum ular di dunia kedokteran modern masih jadi perdebatan para ahli. Namun, yang jelas, Transtoto mengklaim, hingga hari ini, setidaknya 40.000 orang telah merasakan khasiat serum ular buatan SHCI. Dan, sejauh ini, “Belum ada satu pun kasus pasien jadi keracunan setelah minum serum ular,” tandasnya.
Sedangkan menurut SHCL pembuatan serum bisa ular degan cara proses pembuatan ketiga jenis serum itu tidak terlalu rumit. Racun ular tinggal dikeluarkan dan dijemur di bawah sinar matahari hingga mengkristal. Nah, jika hendak digunakan, kristal bisa ular akan kembali dicairkan. Cara penggunaannya adalah diminumkan. Komposisinya, satu sendok serum ular ditambah setengah gelas air. Metode ini berbeda dengan penggunaan serum ular di rumah sakit untuk mengobati pasien yang terkena gigitan ular. Hebatnya, seseorang yang pernah minum atau menerima suntikan serum ular akan kebal terhadap gigitan ular bersangkutan seumur hidupnya. Misalnya, jika Anda menerima serum ular weling, seumur hidup Anda akan kebal terhadap gigitan ular weling jenis apa pun.
Metode pembuatan serum ini berbeda dengan prosedur pembuatan Serum secara klinik. Pembuatan serum secara klinik seperti penjelasan kami di bagian awal artikel ini adalah dengan menyuntikkan bisa ular yang sudah di lemahkan pada kuda, sehingga kuda membentuk antibody dan antibody kuda tersebut sebagai serum. Entah kami belum terlalu paham mengenai hal ini. Tetapi menurut kami yang paling masuk akal adalah pembuatan serum secara klinik. Tetapi cara SHCL juga bisa diterima karena bisa ular mengandung protein protein seperti kuning telur dan ketika dimakan / masuk melalui organ pencernaan akan di cerna secara alami, tetapi pertanyaannya adalah apa benar setelah makan protein dari bisa ular akan membentuk anti body dalam tubuh kita ?
Secara tehnis kuning telur juga sangat berbahaya dan memiliki efek yang serupa dengan bisa ular jika kuning telur itu langsung di injeksikan ke vena. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi penggumpalan darah sebagai bentuk rekasi antara kuning telur dan darah.
METODE PEMBUATAN ANTI BISA / SERUM
Racun ular sangat berbahaya,memicu manusia untuk membuat penangkalnya. Penangkal racun ular yang disebut dengan antiracun atau antivenin dihasilkan dengan metode ‘Horse Serum (Serum Kuda)’.
Serum Anti Bisa Ular (Polivalen) Kuda (1)
Deskripsi
- Nama & Struktur Kimia : Serum anti bisa ular polivalen (kuda)
- Sifat Fisikokimia : -
- Keterangan : Serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap bisa ular yang memiliki efek neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular kobra, Bungarus fasciatus - ular belang) dan hemotoksik (ular Ankystrodon rhodostoma - ular tanah)
Antivenom (atau antivenin atau antivenene) merupakan produk biologi yang digunakan dalam pengobatan berbisa gigitan atau sengatan. Antivenom dibuat oleh memerah racun dari yang diinginkan ular , laba-laba atau serangga . Racun tersebut kemudian diencerkan dan disuntikkan ke dalam kuda , domba atau kambing . Binatang subjek akan menjalani reaksi kekebalan terhadap racun, menghasilkan antibodi terhadap molekul aktif racun itu yang kemudian dapat dipanen dari darah binatang itu dan digunakan untuk mengobati envenomation . Secara internasional, antivenoms harus sesuai dengan standar farmakope dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Horse Serum : Racun ular disuntikkan kedalam tubuh kuda, secara berlahan akan terbentuk anti bodi terhadap racun ular tersebut. Serum dipisahkan dari darah kuda.
Namun sepertiga penerima serum kuda mengalami reaksi alergi.Oleh karena itu perlu prosedur standard untuk menuji kepekaan serum sebelum diberikan kepada penderita gigitan ular.
Selain untuk memproduksi antivenin, bisa ular ternyata dapat digunakan untuk bidang kesehatan dan kedokteran lain, seperti :
  • .Racun Ular Copperhead : Mengobati penderita kanker payudara
  • Racun Malayan Pit Viper: Dimanfaatka untuk mencegah pembekuan darah, mungkin bermanfaat untuk penderita sroke
  • Enzim racun Kobra: sedang diteliti untuk mencegar penyakit Parkinzon, Alzeimer, serta leukemia dan kanker.
  • Racun Ular Viper: Diduga dapat mengatasi osteoporosis dan memperkecil tumor tertentu
  • Beberapa jenis ekstrak bisa ular digunakan untuk antikoagulan, penyakit, mengobati penyakit jantung atau darah tinggi.
Terminologi Antivenom atau serum antibisa
Nama "antivenin" berasal dari kata Perancis venin , yang berarti racun , yang pada gilirannya berasal dari bahasa Latin venenum , yang berarti racun . Secara historis antivenin predominan di seluruh dunia. Penggunaan pertama yang diterbitkan dalam semester itu adalah pada tahun 1895. Pada tahun 1981, Organisasi Kesehatan Dunia memutuskan bahwa istilah yang lebih disukai dalam bahasa Inggris akan menjadi racun dan antivenom daripada venin dan antivenin atau venen dan antivenene.
Penggunaan Terapi
Prinsip antivenom didasarkan pada bahwa dari vaksin , yang dikembangkan oleh Edward Jenner , namun, bukannya merangsang kekebalan pada pasien langsung, diinduksi dalam hewan inang dan serum hyperimmunized yang ditransfusikan ke pasien.
Antivenoms dapat diklasifikasikan ke dalam monovalen ( ketika mereka efektif terhadap racun spesies tertentu ) atau polivalen (ketika mereka efektif terhadap berbagai spesies, atau spesies yang berbeda pada saat yang sama). Para antivenom pertama untuk ular (disebut anti-ophidic serum) dikembangkan oleh Albert Calmette , seorang ilmuwan Perancis Institut Pasteur bekerja di perusahaan Indochine cabang di 1895, melawan Cobra India (Naja naja). Vital Brazil , seorang ilmuwan Brasil, dikembangkan pada tahun 1901 antivenoms monovalen dan polivalen pertama bagi Tengah dan Amerika Selatan Crotalus , Bothrops dan Elaps genera, serta untuk beberapa jenis berbisa laba-laba , kalajengking , dan katak . Mereka semua dikembangkan di lembaga Brasil, Butantan Instituto , yang terletak di São Paulo , Brasil .
Antivenoms untuk digunakan terapi sering diawetkan sebagai beku-kering ampul , tetapi beberapa hanya tersedia dalam bentuk cair dan harus disimpan dalam lemari es. Mereka tidak segera dilemahkan oleh panas, bagaimanapun, jadi celah kecil dalam rantai dingin tidak bencana. Mayoritas antivenoms (termasuk semua antivenoms ular) yang diberikan secara intravena, namun stonefish dan laba-laba Redback antivenoms diberikan intramuskuler . Rute intramuskular telah dipertanyakan dalam beberapa situasi tidak seragam efektif.
Antivenoms mengikat dan menetralisir racun, menghentikan kerusakan lebih lanjut, tetapi tidak membalik kerusakan sudah dilakukan. Jadi, mereka harus diberikan sesegera mungkin setelah racun telah disuntikkan, tetapi dari beberapa manfaat selama racun hadir dalam tubuh. Sejak munculnya antivenoms, beberapa gigitan yang sebelumnya selalu fatal telah menjadi hanya jarang fatal asalkan antivenom ini dikelola cukup cepat.
Antivenoms disucikan oleh beberapa proses tapi masih akan berisi serum lain protein yang dapat bertindak sebagai antigen . Beberapa individu mungkin bereaksi terhadap antivenom dengan reaksi hipersensitivitas segera ( anafilaksis ) atau hipersensitivitas tertunda ( serum sickness ) reaksi dan antivenom harus, karena itu, digunakan dengan hati-hati. Meskipun hati-hati ini, antivenom biasanya merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk kondisi yang mengancam jiwa, dan sekali tindakan pencegahan untuk mengelola reaksi-reaksi ini di tempat, reaksi anaphylactoid bukan alasan untuk menolak untuk memberikan antivenom jika dinyatakan lain. Walaupun merupakan mitos yang populer bahwa orang yang alergi terhadap kuda "tidak bisa" diberikan antivenom, efek sampingan dapat dikendalikan, dan antivenom harus diberikan secepat efek samping dapat dikelola.
Di AS antivenom hanya disetujui untuk pit viper ( ular , Copperhead dan air sepatu sandal ) gigitan ular didasarkan pada produk murni dibuat pada domba dikenal sebagai CroFab . Ini disetujui oleh FDA pada bulan Oktober, 2000. AS karang ular antivenom tidak lagi diproduksi, dan saham yang tersisa di-date antivenom untuk gigitan ular karang berakhir pada musim semi 2009, meninggalkan AS tanpa antivenom ular Karang. Upaya yang dilakukan untuk mendapat persetujuan atas antivenom ular karang yang diproduksi di Meksiko yang akan bekerja melawan karang AS gigitan ular, tetapi persetujuan tersebut masih bersifat spekulatif. Dengan tidak adanya antivenom, semua karang gigitan ular harus dirawat di rumah sakit dengan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik elektif sampai efek neurotoksin ular karang mereda. Penting untuk diingat bahwa kelumpuhan pernafasan pada karang gigitan ular dapat terjadi tiba-tiba, sering hingga 12 jam atau lebih setelah gigitan, sehingga intubasi dan ventilasi harus digunakan untuk mengantisipasi kegagalan pernapasan dan tidak setelah itu terjadi, ketika mungkin terlalu terlambat .
Alami Kekebalan dan diperoleh
Meskipun individu dapat berbeda dalam respon fisiopatologis mereka dan kepekaan terhadap venoms hewan, tidak ada kekebalan alami kepada mereka pada manusia. Beberapa ophiophagic hewan kebal terhadap racun yang dihasilkan oleh beberapa spesies ular berbisa, oleh adanya faktor antihemorrhagic dan antineurotoxic dalam darah mereka. Hewan ini termasuk Kingsnakes , oposum , mongooses, dan landak .
Hal ini sangat mungkin untuk mengimunisasi orang langsung dengan dosis kecil dan bergradasi racun daripada binatang. Menurut sejarah Yunani , Raja Mithridates melakukan ini untuk melindungi diri terhadap upaya dari keracunan , sehingga prosedur ini sering disebut mithridatization . Namun, tidak seperti vaksinasi terhadap penyakit yang hanya harus menghasilkan laten kekebalan yang dapat membangkitkan jika terjadi infeksi , untuk menetralkan dosis mendadak dan besar racun memerlukan mempertahankan tingkat tinggi antibodi beredar (keadaan hyperimmunized), melalui suntikan racun diulang (biasanya setiap 21 hari). Efek kesehatan jangka panjang dari proses ini belum diteliti. Untuk beberapa ular besar, jumlah total antibodi adalah mungkin untuk mempertahankan dalam satu manusia tidak cukup untuk menetralkan satu envenomation [ rujukan? ]. Selanjutnya, sitotoksik komponen racun dapat menyebabkan rasa sakit dan jaringan parut kecil di tempat imunisasi. Akhirnya, perlawanan adalah khusus untuk racun tertentu yang digunakan; mempertahankan ketahanan terhadap berbagai venoms membutuhkan beberapa suntikan racun bulanan. Dengan demikian, tidak ada tujuan praktis atau yang menguntungkan biaya / manfaat rasio ini, kecuali orang-orang seperti kebun binatang penangan, peneliti, dan seniman sirkus yang berhubungan erat dengan hewan berbisa. Mithridatization telah berhasil diuji di Australia dan Brasil dan kekebalan total telah tercapai bahkan gigitan beberapa kobra yang sangat berbisa dan ular beludak pit. Mulai tahun 1950, Bill Haast berhasil diimunisasi dirinya pada venoms dari Cape , India dan Raja kobra
Karena neurotoksik venoms harus melakukan perjalanan jauh dalam tubuh untuk melakukan kejahatan dan diproduksi dalam jumlah lebih kecil, lebih mudah mengembangkan resistansi terhadap mereka daripada venoms langsung sitotoksik (seperti yang sebagian besar ular berbisa ) yang disuntikkan dalam jumlah besar dan melakukan kerusakan segera setelah injeksi.
 
Bagaimanakah Gigitan Ular Dapat Terjadi ?
Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus.
Bagaimana Mengenali Ular Berbisa ?
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Ciri-ciri ular tidak berbisa:
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring
Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
GEJALA KLINIS TERKENA GIGITAN ULAR BERBISA:
  1. Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
  2. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
  3. Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
Gigitan Elapidae (misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits)
  1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
  2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
  3. Setelah digigit ular
    a. 15 menit: muncul gejala sistemik.
    b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut.
    Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
Gigitan Viperidae / Crotalidae (ular: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo):
  1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
  2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam.
  3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
Gigitan Hydropiidae (misalnya: ular laut):
  1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
  2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae (misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)
  1. Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.
  2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Rasa nyeri pada gigitan ular mungkin ditimbulkan dari amin biogenik, seperti histamin dan 5-hidroksitriptamin, yang ditemukan pada Viperidae. Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi edem ( pembengkakan ) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis ( kelumpuhan otot ), pulselesness (denyutan).
Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi ( membuat tidak bergerak ) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure - immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal.
Penatalaksanaan Sebelum dibawa ke rumah sakit:
  • Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
  • Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit paskagigitan.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa.
3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya.
4. Terapi yang dianjurkan meliputi:
  1. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
  2. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
  3. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal
  4. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus
  5. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular
  6. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik
  7. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas
Setelah dibawa ke rumah sakit:
Beri SABU ( Serum Anti Bisa Ular ) polivalen 1 ml berisi:
1. 10 - 50 LD50 bisa Ankystrodon
2. 25-50 LD50 bisa Bungarus
3. 25-50 LD50 bisa Naya sputarix
4. Fenol 0,25% v/v.
Teknik Pemberian:
2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes per menit. Maksimal 100 ml (20 vial).
Informasikan pada pasien mengenai kemungkinan efek samping yang tertunda, terutama serum sickness (demam, rash, arthralgias).Tindakan pertama pada gigitan ular:
  1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
  2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi beberapa menit sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak jaringan dibawah kulit dan akan meninggalkan luka parut yang cukup besar.
  3. Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran racun.
  4. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
  5. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
  6. Penderita dilarang untuk bergerak dan apabila perlu dapat diberikan analgetika atau sedativa.
  7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat untuk menerima perawatan selanjutnya.

Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per menit, kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum ( 80 - 100 ml ). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk dewasa.
Stabilitas Penyimpanan Serum antibisa
Disimpan pada suhu 2 - 8°C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Daluarsa = 2 tahun.
Kontraindikasi Serum antibisa
Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk envenoming sistemik yang nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan untuk menyelamatkan jiwa.
Efek Samping Serum Antibisa.
  1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan.
  2. Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal, eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.
  3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena.
  4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
Interaksi
  1. Dengan Obat Lain : Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan.
  2. Dengan Makanan : -

Pengaruh
  1. Terhadap Kehamilan : Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada kehamilan. Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko penggunaan serum anti bisa ular.
  2. Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi kemungkinan risiko pada bayi.
  3. Terhadap Anak-anak : Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang lebih besar. Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh diberikan dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted dose);disebabkan hal ini dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah serum anti bisa ular yang diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu dinetralisasi bukan berat badan pasien
  4. Terhadap Hasil Laboratorium : -
Parameter Monitoring
Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun laboratorium. Monitor efek samping setelah administrasi serum anti bisa ular. Monitoring yang diperlukan dapat berbeda tergantung dari jenis ular yang menggigit. Bila ragu-ragu mengenai jenis ular yang menggigit, monitor coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis dan fungsi ginjal.
Bentuk Sediaan
Vial 5 ml, Tiap ml Sediaan Dapat Menetralisasi :
  • 10-15 LD50 Bisa Ular Tanah (Ankystrodon Rhodostoma)
  • 25-50 LD50 Bisa Ular Belang (Bungarus Fasciatus)
  • 25-50 LD50 Bisa ular kobra (Naja Sputatrix), dan mengandung fenol 0.25% v/v

Anti bisa ular harus diberikan secepatnya setelah gejala atau tanda diatas ditemukan. Anti bisa ular akan menetralkan efek bisa ular walaupun gigitan ular sudah terjadi beberapa hari yang lalu atau pada kasus kelainan hemostatik, anti bisa ular masih dapat diberikan walaupun sudah terjadi lebih dari 2 minggu. Tetapi beberapa bukti klinis menyebutkan bahwa anti bisa ular efektif jika diberikan dalam beberapa jam setelah digigit ular.
Lebih dari 10% pasien mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap anti bisa ular, reaksinya dapat trejadi secara cepat (dalam beberapa jam) atau lambat (5 hari atau lebih). Resiko reaksi tergantung dosis yang diberikan, kecuali pada kasus yang jarang, terjadi sensitisasi (Ig E-mediated type I hypersensitivity) oleh serum hewan sebelumnya, contohnya : Ig-tetanus, Ig-rabies.
Reaksi Anafilaksis
Terjadi dalam 10-180 menit setelah pemberian anti bisa ular, gejalanya gatal, urtikaria, batuk kering, demam, mual, muntah, diare dan takikardi. Sebagian kecil pasien akan mengalami reaksi anafilaksis yang berat seperti hipotensi, bronkospasme dan angioedema.
Reaksi Pyrogenik (endotoksin)
Terjadi dalam 1-2 jam setelah pengobatan, gejalanya berupa demam, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Reaksi ini disebabkan kontaminasi pirogen selama proses dipabrik.
Reaksi Lambat
Terjadi dalam 1-12 hari setelah pengobatan, gejala klinisnya berupa demam, mual, muntah, diare, gatal, urtikaria berulang, atralgia, mialgia, limpadenopati, proteinuria dengan nephritis kompleks imun, dan encephalopati (jarang).
Pengobatan reaksi yang terjadi setelah pemberian anti bisa ular
Reaksi anafilaksis dan pyrogen anti bisa ular

Epineprin (adrenalin) diberikan intra muskular (lateral paha atas) dengan dosis awal 0,5mg untuk dewasa dan 0,01mg/kgBB untuk anak-anak. Adrenalin harus segera diberikan setelah muncul gejala, dosis dapat diulang setiap 5-10 menit jika kondisi tidak membaik.
Pengobatan tambahan berupa antihistamin, anti-H1 blocker seperti klorphenamin maleat (dewasa 10mg, anak-anak 0,2mg/kgBB IV dalam beberapa menit) harus diberikan dengan hidrokortison (dewasa 100mg, anak-anak 2mg/kgBB). Pada reaksi pirogen dapat diberikan anti piretik (contohnya parasetamol oral atau supp). Cairan intravena harus diberikan untuk mengatasi hipovolemia.
Reaksi lambat (serum sickness)
Anti histamin oral diberikan selama 5 hari, jika tidak ada respon dalam 24-48 jam berikan prednisolon selama 5 hari.
Dosis : chlorphenamine : dewasa 2mg/6 jam, anak-anak 0,25mg/kg/hari
Prednisolone : dewasa 5mg/6 jam, anak-anak 0,7mg/kg/hari
Kesimpulan
Serum Anti Bisa Ular (Snake Anti Venom) merupakan produk biologis yang digunakan dalam pengobatan gigitan ular berbisa. Anti bisa ular terdapat dalam 2 sediaan, monovalen (efektif terhadap racun spesies ular tertentu) dan polyvalent (efektif terhadap beberapa spesies ular). Anti bisa ular diberikan ketika seorang pasien terbukti atau diduga telah digigit ular dengan adanya tanda keracunan sistemik maupun lokal.

Kamis, 13 September 2012

Tips Dalam Memelihara Ular


Mau pelihara ular?
Apa ular pertama yg cocok untuk anda?
 Bagaimana anda memastikan telah memilih ular yang benar?
Melalui artikel ini anda mungkin akan mendapat sedikit gambaran tentang ular yang akan anda pelihara.

Sebelum memilih jenis ular, sebaiknya kita memerhatikan bebarapa hal berikut:.

1) Berapa besar tempat yang anda siapkan untuk saat ini dan nanti saat ular dewasa? Penting untuk mengetaui jenis ular yg akan dipelihara dan memperhatikan tempat yang dapat disediakan.

2) Berapa besar biaya yang diperlukan untuk memberi makan dan perawatan ular setiap bulannya? Bila mempunyai budget yang terbatas, tidak dianjurkan memelihara ular yang besar dan mahal.

3) Apa tingkat (level) kemampuan anda dalam menangani ular? Tingkat/level bisa berdasarkan dari pengamatan atau analisa seseorang setelah berinteraksi dengan beberapa spesies ular yang diketahui. Yang paling tahu tingkat kemampuan anda menangani ular adalah anda sendiri.

4) pertanyaan paling penting. Apakah kamu akan menekuni hobby ini untuk jangka panjang? Rata – rata ular hidup 15 tahun. Apakah anda akan menekuni hobbi ini selama itu?

Ok setelah anda mengerti beberapa hal yang saya sampaikan diatas semoga anda sudah mempunyai jawabannya, saya akan mencoba memberi beberapa masukan untuk anda..

Memilih ular seperti memilih pacar, pertama anda harus tertarik dengan pasangan anda. Tidak ada untungnya kalau pacaran tapi tidak didasari oleh rasa suka. :)Kembali ke Ular, anda harus memilih ular yang menarik minat anda dan kemudian cari tahu bagaimana perawatan dan diskusikan dengan orang – orang yang sudah lebih berpengalaman dalam memelihara ular, jika anda dapat memenuhi kebutuhannya mungkin saja anda baru menemukan ular yang akan anda pelihara.

Beberapa jenis mempunyai reputasi yang dibawa karena perilakunya, seperti ular temannya setan, python molurus paling jinak, menurut saya reputasi tersebut jgn mudah dipercaya, karena tidak sepenuhnya benar. Jenis ular yang kalem kadang juga bersifat aggressive dan sebaliknya. Itu satu lagi alasan kenapa harus berhati – hati dalam memilih ular pertama anda.


Yang harus diperhatikan saat membeli ular.

1) Pastikan ular tersebut aktif terjaga.

2) Pastikan ular mau makan.

3) Pastikan ular tidak terlihat dihinggapi parasit, seperti kutu dll..

4) Jika tersedia, pilih yang CB dari pada yang WC.

5) Kulit biasanya halus dan tidak kasar atau luka. Badan ular tidak kurus kering tapi biasanya padat berisi.

6) Mata harus jernih dan tidak berbayang, perhatikan bila ular mau berganti kulit.

7) Mulut ular harus selalu tertutup rapat dan hanya tempat keluarnya lidah yg terbuka sedikit. Dan lidah tampak bersih dari penyakit.

8) Nafas ular tidak berbunyi and tdk ada gejala sakit (Walaupun jenis ular yang besar kadang nafasnya berbunyi saat dihandle karena memaksa mengeluarkan udara dari pernafasannya). Ada juga sebagian ular yang mendesis saat mau dihandle ketika ular itu mau ganti kulit, sebaiknya pilih ular ketika selesai ganti kulit.

9) Pindahkan ular ke tempat yang lebih datar permukaannya, bila ada keanehan saat ular berjalan berarti ada yang salah.

10) Apakah kandangnya bersih dan terpelihara?.
Berikut ini akan kami sajikan beberapa jenis ular yang biasa di jadikan hewan peliharaan para pecinta reptil.

Python Curtus (Blood Python)
 
Nama : Blood Python
Nama Latin : Python Curtus
Ukuran : Jantan dewasa : 1 m s/d 1,8 m
Betina dewasa : 1,5 m s/d 2,5 m
Asal : Indonesia (Sumatra)
Makanan : Tikus, Unggas, serta Katak (untuk juvenile)
Keterangan : Ular ini hidup di daerah yang lembab. Biasanya hidup daerah rawa-rawa.



Reticulated Python
  
Nama : Reticulated Python
Nama Latin : Phthon Reticulatus
Ukuran : Jantan dewasa : 3,6 m s/d 4,8 m
Betina dewasa : 3,6 m s/d 6 m
Asal : Wilayah Asia Tenggara (Hampir di seluruh kepulauan Indonesia)
Makanan : Tikus, Unggas,
Keterangan : Ular ini merupakan salah satu ular raksasa, ular ini juga merupakan ular terpanjang di dunia


Python Molurus
 
Nama : Python Molurus
Nama Latin : Python Molurus Bivitus
Ukuran : Jantan dewasa : 2 m s/d 3 m
Betina dewasa : 2,5 s/d 4 m
Asal : Asia Tenggara
Makanan : Unggas, Mamalia kecil
Keterangan : Salah satu jenis ular raksasa.




Green Tree Python
 
Nama : Green Tree Python / Condro
Nama Latin : Morelia Viridis
Ukuran : Jantan dewasa :
Betina dewasa :
Asal : Indonesia bagian timur (Papua, Biak, dll)
Makanan : Unggas, mamalia kecil
Keterangan : Merupakan jenis ular yang cukup eksotis, karena ular ini bisa mengalami perubahan warna dengan berjalannya waktu. Pada saat ular ini masih ukuran baby, ular ini mempunyai warna yang cerah yaitu warna merah atau kuning. Pada saat mulai tumbuh dewasa warna itu akan berubah perlahan-lahan menjadi hijau. Jenis ular ini merupakan salah satu jenis ular yang dilindungi di Indonesia.


jenis - jenis ular ...jadi jangan sembarang memelihara ular sebagai pets anda yah,kita harus teliti memilih ular.

                     A. Ular Berbisa Tinggi

Jenis ular berbisa sebenarnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan ular yang tidak berbisa. Ular berbisa biasanya tidak terlalu agresif karena mereka mengandalkan bisanya untuk melindungi diri dari musuh. Sebenarnya bisa ular lebih berfungsi untuk berburu mangsa saja.

1. Ular Weling (Bungarus Candidus)
  • Ciri-ciri fisik: Kepala oval, panjang tubuh dewasa sekitar 80 – 160 cm, warna kulitnya loreng hitam putih cerah dengan ukuran yang tidak seragam melingkar membentuk cincin, badan berpenampang bulat, bagian bawah putih polos, kelihatan mencolok di malam hari.
  • Habitat: Sawah, perkebunan, dekat pemukiman penduduk, perbukitan dataran rendah sampai pada ketinggian 1600 m dpl.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), tidak agresif di siang hari, cenderung menghindar jika diganggu atau menyembunyikan kepalanya di bawah badannya dengan melingkar, sensitif dengan cahaya dan akan berusaha mendekti.
  • Tipe gigi: Ophistoglypha.
  • Racun dominan: Neurotoxin (menyerang sistem syaraf)
  • Efek pada luka gigitan: hampir tidak ada.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Menyebabkan kematian, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 60 – 70%


2. Ular Welang (Bungarus Fasciatus)
  • Ciri-ciri fisik: Kepala oval, panjang tubuh dewasa sekitar 110 – 213 cm, warna kulitnya loreng hitam kuning cerah dengan ukuran yang seragam melingkar membentuk cincin, badan cenderung segitiga (tidak bulat), kelihatan mencolok di malam hari.
  • Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk.
  • Makanan: Kadal, katak, ular, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), tidak agresif di siang hari, cenderung menghindar jika diganggu atau menyembunyikan kepalanya di bawah badannya dengan melingkar, sensitif dengan cahaya dan akan berusaha mendekti.
  • Tipe gigi: Ophistoglypha.
  • Racun dominan: Neurotoxin (menyerang sistem syaraf)
  • Efek pada luka gigitan: hampir tidak ada.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Menyebabkan kematian, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%



3. Ular Luwuk (Trimeresurus Albolabris)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 40 – 100 cm, kepalanya berbentuk segi tiga, leher kecil, sisik kasar, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan, mata merah, warna kulit bawah hijau cerah sedangkan punggungnya agak tua, ekor merah dan runcing.
  • Habitat: Hutan bambu, semak-semak hijau, pepohonan hijau atau dekat sungai.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada mamal hari) dan semi arboreal (siang hari menghabiskan waktu di dahan pohon dan malam hari di daratan), tidak melarikan diri bila di pegang atau diganggu bahkan akan langsung menggigit.
  • Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat.
  • Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
  • Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi membahayakan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%


4. Ular Bandotan Macan (Vipera Russelli)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 100 – 150 cm, badan coklat dengan corak gambar membentuk oval tak beraturan, membesar diperut dan mengecil ke ekor serta leherjantan lebih besar dari pada betina, kepalanya berbentuk segi tiga, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan.
  • Habitat: Semak-semak daun kering, ladang pertanian, persawahan, daerah bebatuan, atau padang rumput pd ketinggian sampai 2000 m dpl.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), mulai aktif pada sore hari, menangkap mangsa dengan cara menyergap (ambush), jika merasa terganggu akan cenderung diam dari pada melarikan diri dan akan mengeluarkan suara (hissing) yg sangat keras dengan di barengi dgn posisi siaga (“S” shape) mulai dari leher ke kepala. serangannya sangat cepat dan luka gigitan sangat dalam.
  • Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat).
  • Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
  • Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 10 – 20%



5. Ular Bandotan Jedor (Calloselasma Rhodostoma)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 110 cm, tubuh berwarna coklat dengan corak gambar seperti diamond, membesar diperut dan mengecil ke ekor serta leher, sisik kasar, kepalanya berbentuk segi tiga, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan.
  • Habitat: Semak-semak daun kering, ladang pertanian, persawahan, daerah bebatuan.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari) dan diurnal (jarang), cenderung aktif jika kelembaban meningkat, hampir tidak ada gerakan berarti untuk menghindari predator/manusia, tdk termasuk ular yang agresif namun siap menyerang jika di ganggu.
  • Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat).
  • Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
  • Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%



6. Ular King Kobra (Ophiophagus Hannah)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 200 – 559 cm, warna kulitnya hitam dengan cincin putih (tidah terlalu terang) di sepanjang tubuhnya.
  • Habitat: Hutan tropis, padang rumput terbuka, dataran rendah, sampai pada ketinggian 1800 m dpl.
  • Makanan: Utamanya ular dan kadal.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), terestrial dan kanibal. termasuk ular yg tidak agresif, lebih memilih untuk lari jika di ganggu, namun jika terpojok maka ular ini akan menaikan tubuhnya tinggi2 sambil mengembangkan tubuh di sekitar lehernya (hood) dan akan mengeluarkan suara yg cukup keras.
  • Tipe gigi:
  • Racun dominan: Postsynaptic neurotoxins (menyerang sistem syaraf) yang dapat membunuh manusia dalam 3 menit.
  • Efek pada luka gigitan: sakit, bengkak, memar, cell mati (necrosis)
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 50 – 60%



7. Ular Kobra Hitam/Ular Sendok (Naja Sputatrix)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 130 – 185 cm, warna kulitnya hitam legam (daerah blitar), leher coklat melingkar.
  • Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk, sungai.
  • Makanan: Kadal, katak, ular, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Diurnal, terestrial, jika diganggu akan menyemprotkan bisa sebagai pertahanan.
  • Tipe gigi:
  • Racun dominan: Postsynaptic neurotoxins (menyerang sistem syaraf)
  • Efek pada luka gigitan: sakit, bengkak, memar, sel mati (necrosis)
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa tinggi dan berpotensi membahayakan


8. Ular Pudak Bromo (Rhabdophis Subminiatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 130 cm, tubuh berwarna dominant coklat dari kepala hingga ekor, leher berwarna jingga, merah menyala dan hijau, badan berbintik putih, bagian bawah berwarna putih
  • Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk, sungai.
  • Makanan: Katak, cicak, kadal.>
  • Kebiasaan: Terrestrial dan diurnal.
  • Tipe gigi: Ophistoglypha.
  • Racun dominan: Mixture of procoagulants.
  • Efek pada luka gigitan: Terasa sakit pada luka gigitan, memar, bengkak dan terjadi pendarahan.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi menyebabkan kematian.

B. Ular Berbisa Menengah

1.    Ular Sowo Bajing (Boiga Drapiezii)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 130 – 220 cm, warna kulitnya coklat muda.
  • Habitat: Hutan bakau, dataran rendah / kaki bukit hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Burung, telur mereka sendiri, kadal, kodok, dan ular.
  • Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan.
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha
  • Racun dominan: Belum diketahui.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.



2.    Ular Cincin Emas/Taliwongso (Boiga Dendrophila)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 120 – 250 cm, tubuh bagian dorsal berwarna hitam dengan garis-garis kuning atau putih disisi lateral dengan jarak satu garis dengan yang lain agak teratur, ada juga yang berwarna hitam putih, tubuh bagian ventral berwarna hitam atau kebiru-biruan, labial bawah berwarna kuning dengan garis-garis hitam kecil, mata bulat dengan pupil mata elips vertikal.
  • Habitat: Hutan bakau, dataran rendah / kaki bukit hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Burung, rodent, kadal, kodok, ikan, dan ular.
  • Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan, perenang handal, jika diganggu akan membuka mulutnya cukup lebar dan membentuk posisi siaga dan jika menggigit maka mangsanya akan di kunyah untuk mengalirkan bisanya, juga dpt membunuh mangsanya dgn cara membelit.
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha
  • Racun dominan: Belum diketahui.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.


3.    Marble Cat Snake  (Boiga Multimaculata)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 120 cm, warna kulitnya coklat muda dengan totol-totol coklat tua.
  • Habitat: Hutan tropis, dataran rendah sekitar sungai / kali pd ketinggian 1700 m.
  • Makanan: Burung, telur mereka sendiri, kadal, kodok dan ular.
  • Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan, perenang handal, jika diganggu akan membuka mulutnya cukup lebar dan membentuk posisi siaga dan jika menggigit maka mangsanya akan di kunyah untuk mengalirkan bisanya, juga dpt membunuh mangsanya dgn cara membelit.
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha
  • Racun dominan: Belum diketahui.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.


4.    Ular Kadut Air (Homalopsis Buccata)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, tubuh bagian dorsal berwarna coklat kemerahan, kelabu kehijauan atau kelabu tua gelap sampai hitam, corak belang dengan bentuk yang tak beraturan, tubuh bagian lateral terdapat bintik-bintik putih, tubuh bagian ventral berwarna putih atau kuning dengan titik-titik hitam, terdapat garis hitam mata dan tanda hitam berbentuk V pada moncongnya, terdapat tiga bintik hitam pada kepalanya
  • Habitat: Sawah, sungai.
  • Makanan: Katak, ikan, reptile kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nokturnal (aktif pada malam hari).
  • Tipe gigi: Ophistoglypha, jika menggigit, giginya cenderung tertinggal
  • Racun dominan:
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa gatal pada luka.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa ringan.


5. Ular Gadung Pucuk/Ulo Jangan (Dryophis Prasinus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuhnya panjang dan sangat kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 80 – 200 cm, tubuh bagian dorsal berwarna hijau, hijau kecoklatan atau keabuabuan-coklat, saat ketakutan atau marah, bagian leher mengembang akan terlihat warna hitam putih dan biru, tubuh bagian lateral terdapat garis kuning atau putih, tubuh bagian ventral berwarna hijau, kepala panjang dengan dengan moncong meruncing , mata horizontal.
  • Habitat: Dataran rendah, hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Burung, kadal, katak dan reptil kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), arboreal, dapat bergerak dengan cepat diantara semak atau cabang pohon dan juga sering di temukan pd dasar hutan (juvenile).
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha.
  • Racun dominan:
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Tidak ada efek yang berarti bagi manusia.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa ringan.

C. Ular Tidak Berbisa

Ular yang tidak berbisa umumnya bersifat sangat gesit apalagi jika bertemu dengan makluk yang lebih besar karena mereka merasa takut, makanya mereka sering melarikan diri saat bertemu kita untuk menyelamatkan diri.

1. Ular Tampar /Tali Picis (Dendrelaphis Pictus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuh panjang dan kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, kepala oval, mata horizontal, lidah berwarna merah, warna kulitnya coklat dan ada 2 garis hitam memanjang dari kepala ke ekor, bagian bawah terdapat garis kuning memanjang hingga ekor.
  • Habitat: Pepohonan, hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Katak, tikus, belalang, cicak, jangkrik.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), dapat bergerak dengan cepat diantara semak atau cabang pohon dan juga sering di temukan pd dasar hutan (juvenile), muncul bintik putih di leher jika marah.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Racun: Hanya berbahaya bagi sesama ular.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.
  • Efek racun pada tubuh: Tidak ada efek bagi manusia.


2. Ular Lare Angon (Xenochrophis Vittatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 75 cm, dengan sepasang pita coklat yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan), warna punggung selebihnya coklat muda, dengan garis hitam putus-putus di bagian bawah.
  • Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
  • Makanan: Katak, tikus, burung.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia.
  • Tipe gigi: Aglypha.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


3. Ular Kayu/Priting (Ptyas Korros)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuh bagian atas (dorsal) berwarna coklat atau coklat kehijauan, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 170 cm, sisik tubuh bagian belakang kuning dengan garis hitam disekeliling tiap sisiknya, tubuh bagian bawah (ventral) berwarna kuning, mata bulat, besar dan hitam, pada yang muda terdapat garis-garis putuh pada bagian tubuh atas (dorsal).
  • Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
  • Makanan: Katak, tikus, burung.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


4. Ular Jali (Ptyas Mucosus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan atau kehijauan (olive), Terdapat garis-garis vertikal hitam pada begian kepala (bibir) dan belakang, Tubuh bagian ventral berwarna putih, Mata bulat, besar,hitam, Pada yang muda terdapat garis-garis terang pada bagian depan, Panjang ± 50 cm – 250 cm
  • Habitat : Darat (semak-semak), persawahan/ladang
  • Aktivitas : Diurnal (siang hari)
  • Makanan : Tikus, kodok, katak dan burung
  • Tipe gigi : Aglypa
  • Efek pada gigitan: tidak terlalu sakit


5. Ular Terawang (Elaphe Radiata)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 200 cm, tubuh bagian dorsal berwarna kekuningan, dengan empat garis longitudinal berwarna hitam pada bagian tubuh depan, tubuh bagian depan belakang berwarna kuning, tubuh bagian ventral berwarna kuning, terdapat garis hitam dari mata dan melintang pada bagian belakang kepala.
  • Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
  • Makanan: Katak, tikus, burung.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia, pada saat marah atau merasa terancam akan melipat bagian depan tubuhnya yang memipih seperti huruf S, lalu membuka mulutnya untuk menyerang.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


6. Ular Kadut (Acrochordus Granulatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 120 cm, kulitnya kasar namun tipis, warnanya belang hitam putih atau abu2 putih yang berpola garis vertikal.
  • Habitat: Persawahan dan sungai.
  • Makanan: Katak, ikan.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari).
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit


7. Ular Air (Xenocrophis Piscator)
  • Ciri-ciri : Tubuh bagian dorsal berwarna kuning atau coklat kehijauan (olive) dengan tanda hitam berbentuk S berwarna hitam pada sepanjang tubuhnya atau garis-garis longitudinal, Tubuh bagian ventral putih dan terdapat garis hitam pada tiap sisiknya, Terdapat garis hitam pada bagian belakang mata, Mata bulat besar, Bila marah ular ini akna memipihkan tubuhnya ketanah, Panjangnya ± 110 cm – 120 cm
  • Habitat : ½ perarian, dekat kolam, sungai, sawah
  • Aktivitas : Diurnal (aktif pada siang hari)
  • Makanan : Katak dan ikan
  • Tipe gigi : Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit


8. Ular Pelangi (Xenopeltis Unicolor)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, Tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau kehitaman jika tubuhnya terkena sinar matahari akan memantulkan warna pelangi, tubuh bagian ventral berwarna putih, kepalanya pipih, mata bulat besar.
  • Habitat: Sawah, ladang subur.
  • Makanan: Katak, ular, cacing.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari).
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


9. Ular Serasah (Sibynophis Geminatus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuhnya kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 70 cm, ciri utamanya terletak pada kalung tebal berwarna kuning jingga di tengkuk, dengan sepasang pita kuning agak jingga kecoklatan yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan), warna punggung selebihnya coklat tua kemerahan, dengan garis hitam halus putus-putus di antara warna coklat dengan pita kuning, kepala coklat muda, dengan bibir atas berwarna putih menyolok, sisi bawah tubuh (ventral) kuning di bawah leher, kuning muda sampai putih kehijauan di sebelah belakang; dengan bercak-bercak hitam beraturan di batas lateral, iris mata berwarna kekuningan.
  • Habitat: Ladang subur, rerumputan.
  • Makanan: Katak kecil dan kadal.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), ular ini kerap menyusup-nyusup di serasah atau rerumputan sehingga jarang teramati, gesit.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak sakit.


10. Ular Sowo Kopi (Elaphe Flavolineata)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuhnya kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 140 cm, tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau keabu-abuan dengan tanda hitam persegi panjang yang belang dengan putih bagian depan, terdapat garis hitam longitudinal pada bagian vertebral (tulang belakang), tubuh bagian belakang berwarna coklat gelap atau hitam, tubuh bagian ventral berwarna kuning, coklat atau kehitaman.
  • Habitat: Ladang kering, perumahan warga.
  • Makanan: Katak dan kadal.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), pada saat marah atau merasa terancam akan melipat bagian depan tubuhnya yang memipih seperti huruf S, lalu membuka mulutnya untuk menyerang
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak sakit.


11. Ular Sanca Batik/Puspo Kajang (Python Reticulatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa dapat mencapai 1500 cm, tubuh bagian dorsal kekuning atau coklat dengan corak seperti jala (jajaran genjang) dengan warna hitam pada bagian dalamnya dikelilingi warna kuning, tubuh bagian ventral berwarna kuning, terdapat garis hitam memanjang dari bagian belakang mata, kepala berwarna kuning dengan garis hitam tepat pada tengah, mata bulat dengan pupil mata elip vertikal.
  • Habitat: Darat, hutan tropis dan dekat sungai (air).
  • Makanan: Mamalia dan unggas.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), membunuh mangsa dengan membelit..
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Dapat menyebabkan luka yang serius.


12. Ular Sanca Bodo (Python Molurus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa dapat mencapai 800 cm, tubuh berwrna abu – abu hitam dengan corak gambar membentuk kotak tidak beraturan dgn garis tepi berwarna abu – abu, tubuh bagian ventral berwarna putih, kepala oval berwarna coklat dengan garis kunig atau abu – abu di pinggirnya, mata bulat dengan pupil mata elip vertikal.
  • Habitat: Darat, hutan tropis dan dekat sungai (air).
  • Makanan: Mamalia dan unggas.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), membunuh mangsa dengan membelit..
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Dapat menyebabkan luka yang serius.